Denpasar 17/01(Seputarbali.com) - Ribuan
mahasiswa yang mengatasnamakan diri Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali
menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Bali untuk menolak
kurikulum 2013 tentang pengintegrasian muatan lokal dengan seni budaya.
Selain membentengkan sejumlah spanduk bertuliskan "jangan jadikan kami
korban kurikulum", "hidup di Bali mati di Bali" dan lainnya, para
demonstran dari berbagai universitas di Bali ini juga meneriakkan
yel-yel penolakan penggabungan bahasa Bali ke dalam seni budaya.
Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali memandang pemahaman terhadap
budaya lokal menurun, pelestarian bahasa daerah tidak maksimal. Para
pendemo menilai bahasa Bali merupakan media pengungkapan kebudayaan
Hindu Bali. Pasalnya, jika bahasa Bali hilang maka simbol-simbol budaya
juga akan hilang.
Menurut koordinator aksi, I Nyoman Suka
Ardiyasa, penggabungan bahasa daerah ke dalam seni budaya akan berdampak
pada kepunahan bahasa Bali. "Dengan pengabungan tersebut, kepunahan
bahasa Bali semakin dekat, karena terjadi pengkaburan bahasa Bali," ujar
Ardiyasa, Kamis (17/1/2013).
Bahasa Bali yang masih eksis
menurut Ardiyasa hingga kini tetap dan harus dipertahankan. "Jam mata
pelajaran bahasa Bali berkurang. Dan ini mengancam keberadaan budaya
Bali," tegas Ardiyasa.
Bagi Ardiyasa, bahasa Bali harus
dipertahankan karena merupakan kebanggaan masyarakat Bali. "Dari kecil
saya mengunakan bahasa Bali. Kalau sampai dihapus, artinya mengganti
identitas orang Bali. Kita tidak mau bahasa Bali diganti bahasa lain,"
pintanya.
Para demonstran akhirnya diterima dan diajak
berdialog oleh anggota DPRD Bali. Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi IV
DPRD Bali, Nyoman Parta akhirnya sepakat dan berjanji akan
memperjuangkan aspirasi ribuan mahasiswa Bali tersebut.

No comments:
Post a Comment